Sesungguhnya Aaliyah...

Dua jalan yang berbeda namun Aaliyah jalani secara bersama-sama, dengan harapan bisa berjalan dua-duanya dengan baik. Sejauh ini jalan utama tetap terpelihara dengan baik, karena Aaliyah menempatkannya pada skala prioritas yang pertama.
Dia tetap menjadi istri yang terpuji untuk suaminya dan tetap menjadi bunda yang mulia untuk kedua buah hatinya. Aaliyah sangat bahagia menikmati perannya, hampir tidak ada cacat. Sebetulnya memang benar tidak pernah ada cacat, jika kali ini dia menciptakan jalan keduapun, Aaliyah belum sama sekali bisa menikmatinya secara real. Kenikmatan dari jalan kedua hanya sebatas ungkapan-ungkapan lewat media internet, Aaliyah bukan type yang gegabah untuk mengambil suatu kesempatan. Kegagalan demi kegagalan jalinan cinta yang dia untai justru semakin memperkuat untuk tidak sembarang mengambil keputusan.
Dan kali inipun ketiga kalinya Aaliyah harus menelan kekecewaan, laki-laki sederhana menurut panalarannya tak jauh beda dengan mereka yang Aaliyah cap sombong dan berlebihan. Pil pahit harus kembali dia alami dengan alasan yang tak jelas.
Kembali dengan keluguannya, jika gembira sedang datang menerpanya, tak sungkan-sungkan dia berbagi dengan suami tersayangnya, walaupun mungkin cara penyampaiannya yang tidak seperti kepada teman-temannya, begitupun jika dia sedang bersedih, suaminya kebagian untuk mendengarkan dan berujung nasihat seperti seorang bapak kepada anaknya. Sama sekali Aaliyah tak merasa risih jika bercerita seseorang yang dia sukai, dan suaminyapun penuh dengan pengertian dan kepercayaan senantiasa mendengarkan tanpa ekspresi sakit hati ataupun dendam, karena suaminya betul-betul tahu siapa istrinya.
Dengan berurai air mata Aaliyah merebahkan kepalanya ke dada suaminya, tak secuilpun dari mulutnya keluar kata-kata, mulut seperti tertutup namun air mata jelas menggambarkan sebuah kesedihan yang agak dalam.
Suaminyapun seperti biasa hanya diam menunggu istri tercintanya mengungkapkan segala perasaannya,  tidak pernah menyuruh bercerita tapi tidak juga melarang, hanya elusan lembut tangannya tak lepas-lepas dari kepala Aaliyah. Sampai tangisan redapun Aaliyah tak juga berkata-kata...
Seberat apakah duka yang dipendam Aaliyah? sehingga dia enggan berbagi, sepertinya air mata sudah cukup mewakili ungkapan beban deritanya.
Beda dulu beda sekarang, dulu Aaliyah merasa terkekang hebat, hampir semua yang dia lakukan selalu diawasi dan dalam tekanan, sampai-sampai pernah mengalami dikuntit seorang invisible bodyguard. Sekarang justru sebaliknya, hampir semua yang dia lakukan tidak ada intervensi sama sekali. Tentu saja kesepakatan itu bukan datang dengan sendirinya, beruntung Aaliyah memiliki seorang suami yang smart dan sangat moderat sehingga untuk pencapaian kesepakatan seperti itu tidak mesti berandai-andai atau hanya sekedar bull shit.
Dua jalan yang berbeda, bukan berarti dibagi dua...
cinta utamanya tetap untuk keluarganya, namun dia menginginkan cinta yang lain sekedar membuatnya berbunga-bunga.
Sayangnya, kesuksesan membina jalan utama tidak semulus membina jalan kedua, setengah putus asa Aaliyah berkata, "ternyata aku tak bisa"
mereka tak seperti dia (suaminya), mereka tak sebaik dia, mereka tak mengerti aku, mereka tak tahu aku, mereka tak hebat, mereka tak smart, mereka tak seperti yang kuinginkan.
mereka punya telinga tapi tak mendengar, mereka punya mata tapi tak mau melihat, mereka punya hati tapi tak mau merasa, mereka tak layak kuharapkan.
Ada rasa bosan menyelinap di balik kisi-kisi hatinya, bosan mengharap... sesuatu yang sebenarnya Aaliyah sudah miliki, bosan berangan-angan akan datangnya cinta yang melebihi dari suaminya.
Realistis Aaliyah berpikir, tidak ada seorangpun yang bisa melebihi cinta suaminya, ternyata hanya suaminyalah yang benar-benar mencintainya dengan sangat, adalah bukti nyata cinta berlebih dari suaminya tatkala mengizinkan Aaliyah untuk bermain-main di dunia maya.
Sepatutnyalah Aaliyah bersyukur memiliki hampir segala yang orang-orang idamkan, pantas saja Tuhan tak pernah mengizinkan untuknya berselingkuh, uuuugghhh....